11/26/10

KOREKSI PENDIDIKAN KITA

Pendidikan dalam upaya merekonstruksi suatu peradaban merupakan salah satu kebutuhan (jasa) asasi yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang harus diemban oleh negara agar dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi kehidupan selaras dengan fitrahnya serta mampu mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik dari setiap masa ke masa. tidak hanya di Indonesia secara khusus dan Asia secara umum, Timur Tengah maupun Barat, mereka memiliki tendensi tertentu dalam perwujudan sistem pendidikannya.
Saat ini Indonesia sebagai salah satu negeri kaum muslimin terbesar telah didera oleh berbagai keterpurukan, yang diantara penyebab keterpurukan tersebut terjadi karena kekeliruan dalam menyelenggarakan sistem pendidikan nasionalnya. Dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
 Berdasarkan definisi ini maka terdapat beberapa kecakapan hidup yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik. Berangkat dari definisi di atas maka dapat difahami bahwa secara formal sistem pendidikan indonesia diarahkan pada tercapainya cita-cita pendidikan yang ideal dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat sesuai dengan tuntunan agama. Namun demikian, sesungguhnya sistem pendidikan Indonesia saat ini tengah berjalan di atas rel kehidupan, sekulerisme.
Paham ini adalah adobsi dari Barat. Secara terminologinya yaitu, pandangan hidup yang memisahkan peranan agama dalam pengaturan urusan-urusan kehidupan secara menyeluruh, termasuk dalam penyelenggaran sistem pendidikan. Meskipun, pemerintah dalam hal ini berupaya mengaburkan realitas (sekulerisme pendidikan) yang ada sebagaimana terungkap dalam UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan, “Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak serta berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air”. Perlu dipahami bahwa sekularisme bukanlah pandangan hidup yang tidak mengakui adanya Tuhan. Melainkan, meyakini adanya Tuhan sebatas sebagai pencipta saja, dan peranan-Nya dalam pengaturan kehidupan manusia tidak boleh dominan. Sehingga manusia sendirilah yang dianggap lebih berhak untuk mendominasi berbagai pengaturan kehidupannya sekaligus memarjinalkan peranan Tuhan.
 Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional di Indonesia berjalan dengan penuh dinamika. Hal ini setidaknya dipengaruhi oleh dua hal utama yaitu political will dan dinamika sosial. Political will sebagai suatu produk dari eksekutif dan legislatif merupakan berbagai regulasi yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan.
 Terkait dengan kondisi pendidikan di Indonesia, banyak pihak mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia. Bagaimana tidak,hal ini karena pendidikan sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik, termasuk persoalan stabilitas dan keamanan, sebab pelaksanaan pendidikan membutuhkan rasa aman. Kondisi ini menunjukan adanya hubungan yang berarti antara penyelenggaraan pendidikan dengan kualitas pembangunan sumber daya manusia indonesia yang dihasilkan selama ini, meskipun masih ada faktor-faktor lain yang juga mempengaruhinya.
Pendidikan juga di petakan sebagai sebuah subsistem yang sekaligus juga merupakan suatu sistem yang komplek. Gambaran pendidikan sebagai sebuah subsistem adalah kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang berjalan dengan dipengaruhi oleh berbagai aspek eksternal yang saling terkait satu sama lain. Aspek politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan-keamanan, bahkan ideologi sangat erat pengaruhnya terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan, begitupun sebaliknya. Sedangkan pendidikan sebagai suatu sistem yang komplek menunjukan bahwa pendidikan di dalamnya terdiri dari berbagai perangkat yang saling mempengaruhi secara internal, sehingga dalam rangkaian input-proses-output pendidikan, berbagai perangkat yang mempengaruhinya tersebut perlu mendapatkan jaminan kualitas yang layak oleh berbagai stakeholders yang terkait.
Sebagai salah satu sub-sistem di dalam sistem negara/pemerintahan, maka keterkaitan pendidikan dengan sub-sistem lainnya diantaranya ditunjukan sebagai berikut:
Pertama, berlangsungnya sistem ekonomi kapitalis di tengah-tengah kehidupan telah membentuk paradigma pemerintah terhadap penyelenggaraan pendidikan sebagai bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya yang harus disertai dengan adanya sejumlah pengorbanan ekonomis (biaya) oleh rakyat kepada negara. Pendidikan dijadikan sebagai jasa komoditas, yang dapat diakses oleh masyarakat (para pemilik modal) yang memiliki dana dalam jumlah besar saja.
Kedua, berlangsungnya kehidupan sosial yang berlandaskan sekulerisme telah menyuburkan paradigma hedonisme (hura-hura), permisivisme (serba boleh), materialistik (money oriented) dan lainnya di dalam kehidupan masyarakat. Motif untuk menyelenggarakan serta mengenyam pendidikan baik oleh pemerintah maupun masyarakat saat ini lebih kepada tujuan untuk mendapatkan hasil-hasil materi ataupun keterampilan hidup belaka (yang tidak dikaitkan dengan tujuan membentuk kepribadian yang utuh berdasarkan pandangan Syari’at Islam).

Sistem Pendidikan Versi Barat.
Akhir-akhir ini ada tendensi yang meningkat dikalangan sebagian para orang tua yaitu kebanggan mereka memasukkan anak-anak mereka ke sekolah SBI (Sekolah Berstandar Internasional), dari pada memasukkan anaknya ke sekolah biasa pada umumnya atau ke pesantren dan sekolah-sekolah yang berbasis keagamaan lainnya, dengan asumsi bahwa sekolah ini dapat memberikan kepuasan akan hausnya mutu pendidikan yang berkualitas. Hal ini mungkin disebabkan ketidakpuasan para orang tua kepada mutu pendidikan yang diberikan sekolah-sekolah umum atau swasta yang ada, atau hanya karena rasa gengsi dan bangga kepada sekolah-sekolah tersebut, bahkan terkadang sampai memaksakan anak didik yang memiliki keterbatasan kemampuan seperti dengan mendongkrak nilai mereka supaya dapat memasuki sekolah ini.
Perlu diketahui bahwa sekolah-sekolah ini secara umumnya telah mengadopsi sistem pendidikan barat, yang notabenenya adalah sistem yang lebih mementingkan keuntungan materi ketimbang ukhrawi. Lebih mendahulukan wawasan keilmuwan anak dari pada penerapan akhlak mereka, karena mereka lebih memfokuskan kepada keinginan anak didik dari pada perkara yang mengarahkan mereka kepada kebaikan.
Bukannya kita menolak setiap hal baru yang datang dari barat, terutama yang berhubungan dengan teknologi modern yang bermanfaat bagi kita. Islam selalu terbuka untuk menerima hal-hal yang baru selama tidak bertentangan dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Tetapi apabila hal itu bertentangan dengan ajaran Islam maka kita menolaknya, karena Al-Quran dan Sunah yang sesuai dengan pemahaman para salafus sholih sebagai dasar mengukur perkara-perkara yang lain. Sebagaimana firman Allah SWT, "Kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya" (Surat An-Nisa: 59).

Ada apa dengan sistem pendidikan di Timur Tengah?
Melihat kembali sejarah dan bahkan sampai sekarang, sejauh ini Timur Tengah tetap menjadi “kiblat” umat Islam. Timur Tengah sebagai “negara asal” kelahiran Islam adalah penyebab yang utama kemudian di susul dengan maraknya setiap generasi menuntut ilmu kesana sehingga terjadi transformasi keilmuan Islam khususnya di Indonesia dengan berdiri dan berkembangnya pesantren-pesantren atau lembaga keislaman lainnya sebagai sarana pembentukan pribadi muslim yang terpadu.
Timur Tengah selalu identik dengan Islam,terutama jika mengkaitkannya dengan sejarah bagaiman Islam berkembang yang kemudian muncul dengan pesatnya pelbagai kajian bidang keilmuan Islam melalui tokoh-tokoh ternama dari bidangnya masing-masing. Keberhasilan inilah yang selalu jadi gambaran jelas mengapa sampai saat ini Timur Tengah tetap menjadi pilihan khusus bagi para pembelajar Islam untuk menuntut ilmu ke Negara Seribu Menara ini.

A. Antara Menghafal dan Berfikir
Dimana letak kehebatan sistem pendidikan di Jepang? Para ahli dan pengamat pendidikan boleh kecewa. Ternyata sistem pendidikan Jepang, kalau dilihat dengan kacamata teori pendidikan barat, bisa dikategorikan sebagai suatu sistem pendidikan tradisional, dan sistem pendidikan di negara-negara Timur Tengah (Islam khususnya) masih menerapkan sistem ini, yaitu pemerintah pusat memegang kontrol pendidikan, termasuk menentukan kurikulum yang berlaku secara nasional baik bagi sekolah negeri ataupun sekolah swasta. Pengajaran menekankan hafalan dan daya ingat untuk menguasai materi pelajaran yang diberikan. Materi pelajaran diarahkan agar murid bisa lulus ujian akhir atau test masuk ke sekolah lebih tinggi, tidak mengembangkan daya kritis dan kemandirian murid. Semua murid diperlakukan sama, tidak ada statemen khusus untuk murid yang tertinggal. Sekolah menekankan pada diri murid sikap hormat dan patuh kepada guru dan sekolah. Dengan singkat sistem pendidikan Jepang –dan juga yang dilakukan pada negara-negara di Timur Tengah- dapat dikatakan suatu sistem pendidikan yang kaku, seragam dan tiada pilihan bagi anak.
Kadang bangga kita ketika menengok corak dan karakteristik pendidikan Barat dan Eropa yang unik [baca:sekuler] dan maju, tapi tidak bisa dikesampingkan kebobrokan moral dan etika yang menghancurkan pranata-pranata kehidupan sosial manusia yang agung dan fitrah dari asalnya, dan masyarakat yang bertumpu pada nilai-nilai materialistik semata-mata, hanya akan melahirkan generasi yang berfikir materi semata "Profit Oriented" dan mejadikan manusia Economy Animal (Binatang Ekonomi). Kebingungan lain yang sering timbul adalah bagaimana mengaitkan agama dan pendidikan umum secara wajar.

MELIHAT BAGAIMANA CARA ISLAM MENDIDIK MANUSIA
Dalam mendidik manusia, Islam mengambil hakikat kejadian manusia yang terdiri daripada jasmani, akal dan jiwa. Tanpa mengabaikan sebarang bahagian pun. Dengan itu, Islam mendidik manusia secara menyeluruh, meliputi semua aspek kehidupannya sama ada jasmani, akal dan jiwa atau kehidupan yang bersifat maddi (material) dan maknawi (spiritual).
Pendidikan bukan Islam hanya mengetengahkan  pandangan, pendapat, ide atau teori yang menambahkan perbendaharaan ilmu  pengetahuan  semata-mata, sebaliknya sistem  pendidikan Islam adalah satu sistem mithali (contoh)  dan  waqi’i. Rasulullah  SAW  adalah mithali yang waqi’i. Apabila kita mengatakan bahwa al-Quran adalah dustur (perlembagaan) hidup Muslim, kita dapati sifat-sifat yang disebutkan oleh al-Quranul terserah  pada  pribadi  Rasulullah  SAW.  Ini dijelaskan  sendiri  oleh isteri baginda, Saidatina  Aishah RA, ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW, beliau berkata: “Akhlak baginda ialah al-Quran”.
Agar keluaran pendidikan menghasilkan SDM yang sesuai harapan, harus dibuat sebuah sistem pendidikan yang terpadu. Artinya, pendidikan tidak hanya terkonsentrasi pada satu aspek saja. Sistem pendidikan yang ada harus memadukan seluruh unsur pembentuk sistem pendidikan yang unggul.

Dalam hal ini, minimal ada 3 hal yang harus menjadi perhatian, yaitu:
Pertama, sinergi antara sekolah, masyarakat dan keluarga. Pendidikan yang integral harus melibatkan tiga unsur di atas. Sebab, ketiga unsur di atas menggambarkan kondisi faktual obyektif pendidikan. Saat ini ketiga unsur tersebut belum berjalan secara sinergis, di samping masing-masing unsur tersebut juga belum berfungsi secara benar. Buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban berat kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan di tengah-tengah masyarakat seperti terjadinya tawuran pelajar, seks bebas, narkoba dan sebagainya. Pada saat yang sama, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurang optimum. Apalagi jika pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus, maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut.
Kedua, kurikulum yang terstruktur dan terprogram mulai dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi. Kurikulum sebagaimana tersebut di atas dapat menjadi jaminan bagi ketersambungan pendidikan setiap anak didik pada setiap jenjangnya. Selain muatan penunjang proses pembentukan kepribadian Islam yang secara terus-menerus diberikan mulai dari tingkat TK hingga PT, muatan tsaqâfah Islam dan Ilmu Kehidupan (IPTEK, keahlian dan keterampilan) diberikan secara bertingkat sesuai dengan daya serap dan tingkat kemampuan anak didik berdasarkan jenjang pendidikannya masing-masing. Pada tingkat dasar atau menjelang usia baligh (TK dan SD), penyusunan struktur kurikulum sedapat mungkin bersifat mendasar, umum, terpadu dan merata bagi semua anak didik yang mengikutinya. Di tingkat Perguruan Tinggi (PT), kebudayaan asing dapat disampaikan secara utuh. Ideologi sosialisme-komunisme atau kapitalisme-sekularisme, misalnya, dapat diperkenalkan kepada kaum Muslim setelah mereka memahami Islam secara utuh. Pelajaran ideologi selain Islam dan konsepsi-konsepsi lainnya disampaikan bukan bertujuan untuk dilaksanakan, melainkan untuk dijelaskan dan dipahami cacat-celanya serta ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia.
Ketiga, berorientasi pada pembentukan tsaqâfah Islam, kepribadian Islam, dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Ketiga hal di atas merupakan target yang harus dicapai. Dalam implementasinya, ketiga hal di atas menjadi orientasi dan panduan bagi pelaksanaan pendidikan.
Dari penjelasan di atas, tentu kita bisa membandingkan masing-masing kelebihan dan kekurangan yang ada pada setiap sistem, baik di Indonesia, Timur Tengah atau pun Barat. Ini bukanlah sebuah keniscayaan bahwa kita sebenarnya mampu wujudkan sebuah sistem terpadu yang sesuai dengan fondasi agama Islam, juga mempertimbangkan masukan baru dari setiap perkembangan yang ada, kemudian menerapkannnya

No comments:

Post a Comment