1/30/12

Etika Bisnis Islam

Islam menginginkan seorang pebisnis muslim mempunyai hati yang tanggap, dengan menjaganya dengan  memenuhi  hak-hak  Allah  dan  manusia,  serta  menjaga  muamalah  nya  dari  unsur yang  melampaui  batas  atau  sia-sia.  Seorang  pebisnis  muslim  adalah  sosok  yang  dapat dipercaya,  sehingga  ia  tidak  menzholimi  kepercayaan  yang  diberikan  kepadanya  ”Tidak ada  iman  bagi  orang  yang  tidak  punya  amanat  (tidak  dapat  dipercaya),  dan  tidak  ada agama  bagi  orang  yang  tidak  menepati  janji”,  ”pedagang  yang  jujur  dan  amanah (tempatnya  di  surga)  bersama  para  nabi,  Shiddiqin  (orang  yang  jujur)  dan  para  syuhada” (Hadits).

Beberapa  iklan  di  televisi menampilkan  produk  toiletris  seperti  sabun  mandi,  atau  perawatan  kulit,  yang  secara sengaja  mengumbar  kulit  mulus  wanita  cantik,  atau  kita  juga  disuguhkan  oleh  iklan  obat
sekali  minum  sembuh,  padahal  proses  penyembuhan  penyakit  tidak  sesederhana  itu. Tayangan  sinetron 
di  televisi  nasional  juga  tidak  lepas  dari  kritik  penonton  ,  demi  rating sebagian  besar  televisi  menyiarkan  film-film  berbau  sex,  kekerasan,  mistik,  horor,  dan menampilkan  kemewahan  ekonomi  yang  sesungguhnya  bukan  merupakan  kondisi  riil masyarakat  kita.  Apa  yang  dibahas  di  atas  merupakan  gambaran  betapa  sebagian  orang atau  organisasi  melakukan  berbagai  cara  untuk  menjual  produknya  baik  dengan  cara menyerang  pesaingnya,  mengumbar  aurat  atau  melakukan  kebohongan  publik.  Apakah bisnis  merupakan  profesi  etis?  Atau  sebaliknya  ia  menjadi  profesi  kotor?  Kalau  profesi kotor penuh tipu menipu, mengapa begitu banyak orang yang menekuninya bahkan bangga
dengan  itu?  Lalu  kalau  ini  profesi  kotor  betapa  mengerikan  masyarakat  modern  ini  yang
didominasi oleh kegiatan bisnis ini (Sony Keraf:2000).
Bisnis  modern  merupakan  realitas  yang  amat  kompleks.  Banyak  faktor  turut mempengaruhi  dan  menentukan  kegiatan  bisnis.  Antara  lain  faktor  organisatoris manajerial,  ilmiah  teknologis,  dan  politik-sosial-kultural,  Kompleksitas  bisnis  itu  kegiatan sosial,  bisnis  dengan  kompleksitas  masyarakat  modern  sekarang.  Sebagai  kegiatan  sosial, bisnis  dengan  banyak  cara  terjalin  dengan  kompleksitas  masyarakat  modern  itu.  Semua faktor yang  membentuk kompleksitas  bisnis modern  sudah sering dipelajari  dan  dianalisis melalui  pendekatan  ilmiah,  khususnya  ilmu  ekonomi  dan  teori  manajemen  (K.  Bertens:
2000)
Etika bisnis
Etika  sebagai  praktis  berarti  :  nilai-nilai  dan  norma-norma  moral  sejauh  dipraktikan  atau justru  tidak  dipraktikan,  walaupun  seharusnya  dipraktikkan.  Etika  sebagai  refleksi  adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya  tentang  apa  yang  harus  dilakukan  atau  tidak  boleh  dilakukan.  Secara  filosofi etika  memiliki  arti  yang  luas  sebagai  pengkajian  moralitas.  Terdapat  tiga  bidang  dengan fungsi  dan  perwujudannya  yaitu  etika  deskriptif  (descriptive  ethics),  dalam  konteks  ini secara  normatif  menjelaskan  pengalaman  moral  secara  deskriptif  berusaha  untuk mengetahui  motivasi,  kemauan  dan  tujuan  sesuatu  tindakan  dalam  tingkah  laku  manusia.
Kedua,  etika  normatif  (normative  ethics),  yang  berusaha  menjelaskan  mengapa  manusia bertindak  seperti  yang  mereka  lakukan,  dan  apakah  prinsip-prinsip  dari  kehidupan manusia. Ketiga, metaetika (metaethics), yang berusaha untuk memberikan arti istilah dan bahasa  yang  dipakai  dalam  pembicaraan  etika,  serta  cara  berfikir  yang  dipakai  untuk membenarkan  pernyataan-pernyataan  etika.  Metaetika  mempertanyakan  makna  yang dikandung  oleh  istilah-istilah  kesusilaan  yang  dipakai  untuk  membuat
tanggapan-tanggapan kesusilaan (Bambang Rudito dan Melia Famiola: 2007)
Apa  yang  mendasari  para  pengambil  keputusan  yang  berperan  untuk  pengambilan keputusan yang tak pantas dalam bekerja? Para manajer menunjuk pada tingkah laku dari atasan-atasan mereka dan sifat alami kebijakan organisasi mengenai pelanggaran etika atau moral.  Karenanya  kita  berasumsi  bahwa  suatu  organisasi  etis,  merasa  terikat  dan  dapat mendirikan beberapa  struktur  yang  memeriksa  prosedur untuk  mendorong  oraganisasi ke arah  etika dan moral  bisnis.  Organisasi memiliki kode-kode  sebagai alat etika  perusahaan secara  umum.  Tetapi  timbul  pertanyaan:  dapatkah  suatu  organisasi  mendorong  tingkah
laku  etis  pada  pihak  manajerial-manajerial  pembuat  keputusan?  (Laura  Pincus hartman:1998)
Alasan  mengejar  keuntungan,  atau  lebih  tepat,  keuntungan  adalah  hal  pokok  bagi kelangsungan  bisnis  merupakan  alasan  utama  bagi  setiap  perusahaan  untuk  berprilaku tidak etis. Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk, bahkan secara moral  keuntungan  merupakan  hal  yang  baik  dan  diterima.  Karena  pertama,  secara  moral keuntungan  memungkinkan  perusahaan  bertahan  (survive)  dalam  kegiatan  bisnisnya.
Kedua,  tanpa  memperoleh  keuntungan  tidak  ada  pemilik  modal  yang  bersedia menanamkan  modalnya,  dan  karena  itu  berarti  tidak  akan  terjadi  aktivitas  ekonomi  yang produktif  dalam  memacu  pertumbuhan  ekonomi.  Ketiga,  keuntungan  tidak  hanya memungkinkan  perusahaan  survive  melainkan  dapat  menghidupi  karyawannya  ke  arah tingkat  hidup  yang  lebih  baik.  Keuntungan  dapat  dipergunakan  sebagai  pengembangan (expansi) perusahaan sehingga hal ini akan membuka lapangan kerja baru.
Dalam  mitos  bisnis  amoral  diatas  sering  dibayangkan  bisnis  sebagai  sebuah  medan pertempuran.  Terjun  ke  dunia  bisnis  berarti  siap  untuk  betempur  habis-habisan  dengan sasaran  akhir  yakni  meraih  keuntungan,  bahkan  keuntungan  sebesar-besarnya  secara konstan.  Ini  lebih  berlaku  lagi  dalam  bisnis  global  yang  mengandalkan  persaingan  ketat.
Pertanyaan  yang  harus  dijawab  adalah,  apakah  tujuan  keuntungan  yang  dipertaruhkan dalam  bisnis  itu  bertentangan  dengan  etika?  Atau  sebaliknya  apakah  etika  bertentangan dengan  tujuan  bisnis  mencari  keuntungan?  Masih  relevankah  kita  bicara  mengenai  etika bagi bisnis yang memiliki sasaran akhir memperoleh keuntungan?
Dalam  mitos  bisnis  modern  para  pelaku  bisnis  dituntut  untuk  menjadi  orang-orang profesional di bidangnya. Mereka memiliki keterampilan dan keahlian bisnis melebihi orang kebanyakan,  ia  harus  mampu  untuk  memperlihatkan  kinerja  yang  berada  diatas  rata-rata kinerja  pelaku  bisnis  amatir.  Yang  menarik  kinerja  ini  tidak  hanya  menyangkut  aspek bisnis,  manajerial,  dan  organisasi  teknis  semata  melainkan  juga  menyangkut  aspek  etis.
Kinerja  yang  menjadi  prasarat  keberhasilan  bisnis  juga  menyangkut  komitmen  moral, integritas  moral,  disiplin,  loyalitas,  kesatuan  visi  moral,  pelayanan,  sikap  mengutamakan mutu, penghargaan terhadap hak dan kepentingan pihak-pihak terkait yang berkepentingan (stakeholders),  yang  lama  kelamaan  akan  berkembang  menjadi  sebuah  etos  bisnis  dalam sebuah  perusahaan.  Perilaku  Rasulullah  SAW  yang  jujur  transparan  dan  pemurah  dalam melakukan  praktik bisnis merupakan  kunci  keberhasilannya  mengelola bisnis  Khodijah  ra, merupakan contoh kongkrit tentang moral dan etika dalam bisnis.
Dalam teori Kontrak Sosial membagi tiga aktivitas bisnis yang terintegrasi. Pertama adalah Hypernorms  yang  berlaku  secara  universal  yakni  ;  kebebasan  pribadi,  keamanan  fisik  & kesejahteraan, partisipasi politik, persetujuan yang diinformasikan, kepemilikan atas harta, hak-hak  untuk  penghidupan,  martabat  yang  sama  atas  masing-masing  orang/manusia.
Kedua, Kontrak Sosial Makro, landasan dasar global adalah; ruang kosong untuk muatan moral, persetujuan cuma-cuma  dan  hak-hak  untuk diberi jalan keluar,  kompatibel dengan hypernorms,  prioritas  terhadap  aturan  main.  Ketiga,  Kontrak  Sosial  Mikro,  sebagai landasan  dasar  komunitas;  tidak  berdusta  dalam  melakukan  negosiasi-negosiasi, menghormati  semua  kontrak,  memberi  kesempatan  dalam  merekrut  pegawai  bagi penduduk  lokal,  memberi  preferensi  kontrak  para  penyalur  lokal,  menyediakan  tempat
kerja yang aman (David J. Frizsche: 1997)
Dalam  semua  hubungan,  kepercayaan  adalah  unsur  dasar.  Kepercayaan  diciptakan  dari kejujuran.  Kejujuran  adalah  satu  kualitas  yang  paling  sulit  dari  karakter  untuk  dicapai didalam bisnis, keluarga, atau dimanapun gelanggang tempat orang-orang berminat untuk melakukan  persaingan  dengan  pihak-pihak lain. Selagi kita muda kita diajarkan,  di  dalam tiap-tiap  kasus  ada  kebajikan  atau  hikmah  yang  terbaik.  Kebanyakan  dari  kita  didalam bisnis mempunyai satu misi yang terkait dengan rencana-rencana. Kita mengarahkan energi dan  sumber  daya  kita  ke  arah  tujuan  keberhasilan  misi  kita  yang  kita  kembangkan sepanjang  perjanjian-perjanjian.  Para  pemberi  kerja  tergantung  pada  karyawan,  para
pelanggan tergantung pada para penyalur, bank-bank tergantung pada peminjam dan pada setiap pelaku atau para pihak sekarang tergantung pada para pihak terdahulu dan ini akan berlangsung  secara  terus  menerus.  Oleh  karena  itu  kita  menemukan  bahwa  bisnis  yang berhasil  dalam  masa  yang  panjang  akan  cenderung  untuk  membangun  semua  hubungan atas mutu, kejujuran dan kepercayaan (Richard Lancaster dalam David Stewart: 1996)
Etika Bisnis Islami
Etika bisnis  lahir di Amerika pada tahun  1970 an kemudian meluas  ke Eropa  tahun 1980 an dan menjadi fenomena global di tahun 1990 an jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan  yang  membicarakan  masalah-masalah  moral  dari  bisnis,  sejumlah  filsuf  mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis disekitar bisnis, dan etika bisnis dianggap sebagai  suatu  tanggapan  tepat  atas  krisis  moral  yang  meliputi  dunia  bisnis  di  Amerika Serikat,  akan  tetapi  ironisnya  justru  negara  Amerika  yang  paling  gigih  menolak kesepakatan Bali pada pertemuan negara-negara dunia tahun 2007 di Bali. Ketika sebagian besar  negara-negara  peserta  mempermasalahkan  etika  industri  negara-negara  maju  yang menjadi sumber penyebab global warming agar dibatasi, Amerika menolaknya.
Jika  kita  menelusuri  sejarah,  dalam  agama  Islam  tampak  pandangan  positif  terhadap perdagangan  dan  kegiatan  ekonomis.  Nabi  Muhammad  SAW  adalah  seorang  pedagang, dan  agama  Islam  disebarluaskan  terutama  melalui  para  pedagang  muslim.  Dalam  Al Qur’an  terdapat  peringatan  terhadap  penyalahgunaan  kekayaan,  tetapi  tidak  dilarang mencari  kekayaan  dengan  cara  halal  (QS:  2;275)  ”Allah  telah  menghalalkan  perdagangan dan  melarang  riba”.  Islam  menempatkan  aktivitas  perdagangan  dalam  posisi  yang  amat strategis di tengah kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan. Hal ini dapat dilihat pada sabda Rasulullah SAW: ”Perhatikan oleh mu sekalian perdagangan, sesungguhnya di
dunia  perdagangan  itu  ada  sembilan  dari  sepuluh  pintu  rezeki”.  Dawam  Rahardjo  justru mencurigai tesis Weber tentang etika Protestantisme, yang menyitir kegiatan bisnis sebagai tanggungjawab manusia terhadap Tuhan mengutipnya dari ajaran Islam.
Kunci  etis  dan  moral  bisnis  sesungguhnya  terletak  pada  pelakunya,  itu  sebabnya  misi diutusnya Rasulullah ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak.
Seorang  pengusaha  muslim  berkewajiban  untuk  memegang  teguh  etika  dan  moral  bisnis Islami  yang  mencakup  Husnul  Khuluq.  Pada  derajat  ini  Allah  akan  melapangkan  hatinya, dan  akan  membukakan  pintu  rezeki,  dimana  pintu  rezeki  akan  terbuka  dengan  akhlak mulia  tersebut,  akhlak  yang  baik  adalah  modal dasar yang akan  melahirkan  praktik bisnis yang etis dan moralis. Salah satu dari akhlak yang baik dalam bisnis Islam adalah kejujuran (QS:  Al  Ahzab;70-71).  Sebagian  dari  makna  kejujuran  adalah  seorang  pengusaha senantiasa  terbuka  dan  transparan  dalam  jual  belinya  ”Tetapkanlah  kejujuran  karena sesungguhnya  kejujuran  mengantarkan  kepada  kebaikan  dan  sesungguhnya  kebaikan mengantarkan  kepada  surga”  (Hadits).  Akhlak  yang  lain  adalah  amanah,  Islam menginginkan seorang pebisnis muslim mempunyai hati yang tanggap, dengan menjaganya dengan  memenuhi  hak-hak  Allah  dan  manusia,  serta  menjaga  muamalah  nya  dari  unsur yang  melampaui  batas  atau  sia-sia.  Seorang  pebisnis  muslim  adalah  sosok  yang  dapat dipercaya,  sehingga  ia  tidak  menzholimi  kepercayaan  yang  diberikan  kepadanya  ”Tidak ada  iman  bagi  orang  yang  tidak  punya  amanat  (tidak  dapat  dipercaya),  dan  tidak  ada agama  bagi  orang  yang  tidak  menepati  janji”,  ”pedagang  yang  jujur  dan  amanah (tempatnya  di  surga)  bersama  para  nabi,  Shiddiqin  (orang  yang  jujur)  dan  para  syuhada” (Hadits).  Sifat  toleran  juga  merupakan  kunci  sukses  pebisnis  muslim,  toleran  membuka kunci  rezeki  dan  sarana  hidup  tenang.  Manfaat  toleran  adalah  mempermudah  pergaulan, mempermudah  urusan  jual  beli,  dan  mempercepat  kembalinya  modal  ”Allah  mengasihi orang  yang  lapang  dada  dalam  menjual,  dalam  membeli  serta  melunasi  hutang”  (Hadits).
Konsekuen  terhadap  akad  dan  perjanjian  merupakan  kunci  sukses  yang  lain  dalam  hal apapun  sesungguhnya  Allah  memerintah  kita  untuk  hal  itu  ”Hai  orang  yang  beriman, penuhilah akad-akad itu” (QS: Al- Maidah;1), ”Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti  diminta  pertanggungjawabannya”  (QS:  Al  Isra;34).  Menepati  janji  mengeluarkan orang  dari  kemunafikan  sebagaimana  sabda  Rasulullah  ”Tanda-tanda  munafik  itu  tiga perkara,  ketika  berbicara  ia  dusta,  ketika  sumpah  ia  mengingkari,  ketika  dipercaya  ia khianat” (Hadits).
Aktivitas Bisnis yang Terlarang dalam Syariah
1. Menghindari  transaksi  bisnis  yang  diharamkan  agama  Islam.  Seorang  muslim  harus komitmen dalam berinteraksi dengan hal-hal yang dihalalkan oleh Allah SWT. Seorang pengusaha  muslim  tidak  boleh  melakukan  kegiatan  bisnis  dalam  hal-hal  yang diharamkan  oleh  syariah.  Dan  seorang  pengusaha  muslim  dituntut  untuk  selalu melakukan  usaha  yang  mendatangkan  kebaikan  dan  masyarakat.  Bisnis,  makanan  tak halal  atau  mengandung  bahan  tak  halal,  minuman  keras,  narkoba,  pelacuran  atau
semua  yang  berhubungan  dengan  dunia  gemerlap  seperti  night  club  discotic  cafe tempat  bercampurnya  laki-laki  dan  wanita  disertai  lagu-lagu  yang  menghentak, suguhan  minuman  dan  makanan  tak  halal  dan  lain-lain  (QS:  Al-A’raf;32.  QS:  Al Maidah;100) adalah kegiatan bisnis yang diharamkan.
2. Menghindari cara memperoleh dan menggunakan harta secara tidak halal. Praktik riba yang menyengsarakan agar dihindari, Islam melarang riba dengan ancaman berat (QS: Al Baqarah;275-279), sementara transaksi spekulatif amat erat kaitannya dengan bisnis yang  tidak  transparan  seperti  perjudian,  penipuan,  melanggar  amanah  sehingga  besar kemungkinan  akan  merugikan.  Penimbunan  harta  agar  mematikan  fungsinya  untuk dinikmati  oleh  orang  lain  serta  mempersempit  ruang  usaha  dan  aktivitas  ekonomi adalah perbuatan tercela dan mendapat ganjaran yang amat berat (QS:At Taubah; 34 – 35).  Berlebihan  dan  menghamburkan  uang  untuk  tujuan  yang  tidak  bermanfaat  dan berfoya-foya kesemuanya merupakan perbuatan yang melampaui batas. Kesemua sifat tersebut dilarang karena merupakan sifat yang tidak bijaksana dalam penggunaan harta dan bertentangan dengan perintah Allah (QS: Al a’raf;31).
3. Persaingan  yang  tidak  fair  sangat  dicela  oleh  Allah  sebagaimana  disebutkan  dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah: 188: ”Janganlah kamu memakan sebagian harta sebagian kamu  dengan  cara  yang  batil”.  Monopoli  juga  termasuk  persaingan  yang  tidak  fair Rasulullah mencela perbuatan tersebut : ”Barangsiapa yang melakukan monopoli maka dia  telah  bersalah”,  ”Seorang  tengkulak  itu  diberi  rezeki  oleh  Allah  adapun  sesorang yang  melakukan  monopoli  itu  dilaknat”.  Monopoli  dilakukan  agar  memperoleh penguasaan  pasar  dengan  mencegah pelaku lain  untuk menyainginya dengan  berbagai cara,  seringkali  dengan  cara-cara  yang  tidak  terpuji  tujuannya  adalah  untuk memahalkan  harga  agar pengusaha tersebut  mendapat  keuntungan  yang  sangat besar. Rasulullah bersabda : ”Seseorang yang sengaja melakukan sesuatu untuk memahalkan harga, niscaya Allah akan menjanjikan kepada singgasana yang terbuat dari api neraka kelak di hari kiamat”.
4. Pemalsuan  dan  penipuan,  Islam  sangat  melarang  memalsu  dan  menipu  karena  dapat menyebabkan  kerugian,  kezaliman,  serta  dapat  menimbulkan  permusuhan  dan percekcokan.  Allah  berfirman  dalam  QS:Al-Isra;35:  ”Dan  sempurnakanlah  takaran ketika  kamu  menakar  dan  timbanglah  dengan  neraca  yang  benar”.  Nabi  bersabda ”Apabila kamu menjual maka jangan menipu orang dengan kata-kata manis”.
Dalam  bisnis  modern  paling  tidak  kita  menyaksikan  cara-cara  tidak  terpuji  yang dilakukan  sebagian  pebisnis  dalam  melakukan  penawaran  produknya,  yang  dilarang dalam  ajaran  Islam.  Berbagai  bentuk  penawaran  (promosi)  yang  dilarang  tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a) Penawaran  dan  pengakuan  (testimoni)  fiktif,  bentuk  penawaran  yang  dilakukan oleh  penjual  seolah  barang  dagangannya  ditawar  banyak  pembeli,  atau  seorang artis yang memberikan testimoni keunggulan suatu produk padahal ia sendiri tidak mengkonsumsinya.
b) Iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, berbagai iklan yang sering kita saksikan di  media  televisi,  atau  dipajang  di  media  cetak,  media  indoor  maupun  outdoor, atau kita dengarkan lewat radio seringkali memberikan keterangan palsu. 
c) Eksploitasi  wanita,  produk-produk  seperti,  kosmetika,  perawatan  tubuh,  maupun produk  lainnya  seringkali  melakukan  eksploitasi  tubuh  wanita  agar  iklannya dianggap  menarik.  Atau  dalam  suatu  pameran  banyak  perusahaan  yang menggunakan  wanita  berpakaian  minim  menjadi  penjaga  stand  pameran  produk mereka    dan  menugaskan  wanita  tersebut  merayu  pembeli  agar  melakukan
pembelian terhadap produk mereka.
Model  promosi  tersebut  dapat  kita  kategorikan  melanggar  ’akhlaqul  karimah’,  Islam sebagai  agama  yang  menyeluruh  mengatur  tata  cara  hidup  manusia,  setiap  bagian  tidak dapat  dipisahkan  dengan  bagian  yang  lain.  Demikian  pula  pada  proses  jual  beli  harus dikaitkan  dengan  ’etika  Islam’  sebagai  bagian  utama.  Jika  penguasa  ingin  mendapatkan rezeki  yang  barokah,  dan  dengan  profesi  sebagai  pedagang  tentu  ingin  dinaikkan derajatnya  setara  dengan  para  Nabi,  maka  ia  harus  mengikuti  syari’ah  Islam  secara menyeluruh, termasuk ’etika jual beli’.
Etika Pemasaran
Dalam  konteks  etika  pemasaran  yang  bernuansa  Islami,  dapat  dicari  pertimbangan  dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an memberikan dua persyaratan dalam proses bisnis yakni persyaratan horizontal  (kemanusiaan)  dan  persyaratan  vertikal  (spritual).  Surat  Al-Baqarah menyebutkan  ”Kitab  (Al-Qur’an)  ini  tidak  ada  yang  diragukan  didalamnya.  Menjadi petunjuk  bagi  orang-orang  yang  bertakwa”.  Ayat  ini  dapat  dijadikan  sebagai  pedoman dalam etika marketing:
1. Allah  memberi  jaminan  terhadap  kebenaran  Al-Qur’an,  sebagai  reability  productguarantee.
2. Allah menjelaskan manfaat Al-Qur’an sebagai produk karyaNya, yakni menjadi hudan (petunjuk).
3. Allah  menjelaskan  objek,  sasaran,  customer,  sekaligus  target  penggunaan  kitab  suci tersebut, yakni orang-orang yang bertakwa.
Isyarat  diatas  sangat  relevan  dipedomani  dalam  melakukan  proses  marketing,  sebab marketing  merupakan  bagian  yang  sangat  penting  dan  menjadi  mesin  suatu  perusahaan. Mengambil petunjuk dari kalimat ”jaminan” yang dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an, maka dalam  rangka  penjualan  itupun  kita  harus  dapat  memberikan  jaminan  bagi  produk  yang kita miliki. Jaminan tersebut mencakup dua aspek:
· Aspek material, yakni mutu bahan, mutu pengobatan, dan mutu penyajian.
· Aspek non material, mencakup; ke-Halalan, ke-Thaharahan (Higienis), dan ke-Islaman dalam penyajian.
Bahwa  jaminan  terhadap  kebaikan  makanan  itu  baru  sebagian  dari  jaminan  yang  perlu diberikan,  disamping  ke-Islaman  sebagai  proses  pengolahan  dan  penyajian,  serta ke-Halalan,  ke-Thaharahan.  Jadi  totalitas  dari  keseluruhan  pekerjaan  dan  semua  bidang kerja yang ditangani di dalam dan di luar perusahaan merupakan integritas dari ”jaminan”.
Urutan  kedua  yang  dijelaskan  Allah  adalah  manfaat  dari  apa  yang  dipasarkan.  Jika  ini dijadikan  dasar  dalam  upaya  marketing,  maka  yang  perlu  dilakukan  adalah  memberikan penjelasan  mengenai  manfaat  produk  (ingridients)  atau  manfaat  proses  produksi dijalankan.  Adapun  metode  yang  dapat  digunakan    petunjuk  Allah:  ”Beritahukanlah kepadaku  (berdasarkan  pengetahuan)  jika  kamu  memang  orang-orang  yang  benar”. (QS:Al-An’am;143).  Ayat  tersebut  mengajarkan  kepada  kita  bahwa  untuk  meyakinkan seseorang  terhadap  kebaikan  yang  kita  jelaskan  haruslah  berdasarkan  ilmu  pengetahuan,
data  dan  fakta.  Jadi  dalam  menjelaskan  manfaat  produk,  nampaknya  peranan  data  dan fakta  sangat  penting,  bahkan  seringkali  data  dan  fakta  jauh  lebih  berpengaruh  dibanding penjelasan.  Sebagaimana  orang  yang  sedang  dalam  program  diet  sering  kali memperhatikan komposisi informasi gizi yang  terkandung dalam kemasan makanan yang akan dibelinya.
Ketiga  adalah  penjelasan  mengenai  sasaran  atau  customer  dari  produk  yang  kita  miliki.
Dalam  hal  ini  kita  dapat  menjelaskan  bahwa  makanan  yang  halal  dan  baik  (halalan thoyyiban), yang akan menjadi darah dan daging manusia, akan membuat kita menjadi taat kepada Allah, sebab konsumsi yang dapat mengantarkan manusia kepada ketakwaan harus memenuhi tiga unsur :
· Materi yang halal
· Proses pengolahan yang bersih (Higienis)
· Penyajian yang Islami

Etika Marketing dapat dijabarkan dalam diagram berikut :



Dalam  proses  pemasaran  promosi  merupakan  bagian  penting,  promosi  adalah  upaya menawarkan  barang  dagangan  kepada  calon  pembeli.  Bagaimana  seseorang  sebaiknya mempromosikan barang dagangannya? Selain sebagai Nabi Rasulullah memberikan teknik sales  promotion  yang  jitu  kepada  seorang  pedagang.  Dalam  suatu  kesempatan  beliau mendapati  seseorang  sedang  menawarkan  barang  dagangannya.  Dilihatnya  ada    yang janggal  pada  diri  orang  tersebut.  Beliau  kemudian  memberikan  advis  kepadanya  : ”Rasulullah  lewat  di  depan  sesorang  yang  sedang  menawarkan  baju  dagangannya.  Orang tersebut  jangkung  sedang  baju  yang  ditawarkan  pendek.  Kemudian  Rasululllah  berkata;
”Duduklah!  Sesungguhnya  kamu  menawarkan  dengan  duduk  itu  lebih  mudah mendatangkan rezeki.” (Hadits).
Dengan  demikian  promosi  harus  dilakukan  dengan  cara  yang  tepat,  sehingga  menarik minat  calon  pembeli.  Faktor  tempat  dan  cara  penyajian  serta  teknik  untuk  menawarkan produk  dilakukan  dengan cara yang  menarik.  Faktor tempat  meliputi desain interior  yang serasi  yang  serasi,  letak  barang  yang  mudah  dilihat,  teratur,  rapi  dan  sebagainya. Memperhatikan hadits Rasulullah diatas sikap seorang penjual juga merupakan faktor yang harus diperhatikan bagi keberhasilan penjualan. Selain faktor tempat, desain interior, letak barang dan lain-lain.
Kita  bisa  mengambil  kesimpulan  bahwa dalam  Islam  posisi  pebisnis  pada  dasarnya  adalahprofesi  yang  terpuji  dan  mendapat  posisi  yang  tinggi  sepanjang  ia  mengikuti  koridor syari’ah. Muamalah dalam bentuk apapun diperbolehkan sepanjang ia tidak melanggar dalil syar’i. Islam melarang seorang Muslim melakukan hal yang merugikan dan mengakibatkan kerusakan bagi orang lain sebagaimana disebutkan dalam haditsnya. Rasululllah bersabda :”La dlaraara wala dliraara” (HR. Ibn Abbas).

Daftar Pustaka

Bambang  Rudito  &  Melia  Famiola,  2007.  Etika  Bisnis  dan  Tanggung  Jawab  Sosial
Perusahaan di Indonesia.
Fritzche  David J,  1997,  Business  Ethics, A  Global  and Managerial Perspective,  McGraw
Hill Companies, Inc.
Hadhiri Choiruddin SP, 1993. Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an, Gema Insani Press.
Hermant Laura Pincus, 1998. Perspective in Business Ethics, Irvin McGraw Hill
Tim  Multitama  Communication,  2006.  Islamic  Business  Strategy  for  Entrepreneurship,
Zikrul Media Intelektual.
K. Bertens, 2000. Pengantar Etika Bisnis, Penerbit Kanisius.
Muhammad  Dawabah  Asyraf,  2005.  The  Moslem  Entrepreneur,  Kiat  Sukses  Pengusaha
Muslim, Zikrul Media Intelektual.
Stewart David, 1966, Business Ethic, McGraw Hill Companies, Inc.

No comments:

Post a Comment